Sabtu, 03 Oktober 2009

Beutifull words

Dalam sebuah talk show, saya berbincang cukup hangat dengan seorang narasumber. Malam itu hangat sekali, meskipun kelelahan sepertinya sedang menyelimuti sekujur tubuhnya. Pagi yang indah dia berangkat ke sekolah untuk mengajar, siang dan sore mungkin berbagi ilmu dengan pengajian rutinnya. Sebelum pertemuan ini, diapun masih sempat ke rumah sakit untuk menjenguk salah seorang kawan. Getar suaranya tak bias menyembunyikan itu, tapi sekali lagi, kehangatan ini terus hadir di antara kami.

Biar bagaimanapun, saya sebenarnya merasa sangat bersalah. Malam inipun, dia harus menyiapkan materi untuk mengisi ceramah di salah satu kampus di Banjarmasin. Tapi, karena acara telah direncanakan sebelumnya dan tidak mungkin dibatalkan, akhirnya kamipun berupaya untuk mengakhiri talkshow pada 21.30.

Pada awalnya dialog berlangsung lancar. Waktu berselang tak lama, audiens yang menyimak acara sejak awal memberi responsnya.

“manusia mudah berkata. Tapi mereka baru bias merasakan, betapa sulitnya berbuat benar dan tepat, saat problema itu benar-benar telah terjadi…”

Ini adalah salah satu komentar atas diskusi kami mengenai “Manusia Tanpa Masalah”. Dalam forum ini, saya dan rekan saya tadi bersepakat, bahwa memang tak mudah untuk berkata-kata. Karena sesungguhnya, Allah akan langsung meminta kepada kita bukti, dengan ujian.

Sejurus kemudian, ada hadirin yang tanpa malu menceritakan masalahnya. Bahwa istrinya ternyata berselingkuh. Setelah dilakukan tes DNA, ternyata anak yang selama ini dibiayainya adalah anak hasil perselingkuhan itu.

“… ini mungkin adalah cobaan dari Allah kepada kita, tapi boleh jadi ini adalah teguran Allah kepada kita.” Saya tidak bisa mengingat kalimat lanjutan dari kawan saya yang saya panggil ustadz ini. Tapi dia ketika itu menyinggung, perihal laki-laki dan perempuan penzina yang memang dijodohkan oleh Allah.

Dia kemudian bercerita tentang seorang pedagang emas yang ternyata melakukan sebuah kemaksiatan di pasar terhadap seorang wanita. Ternyata di rumahnyapun, istrinya mendapat perlakuan tak menyenangkan oleh pedagang air.

Allah, Raab semesta Alam memang maha kuasa. Dalam jawaban dan cerita tadi, dari luar ruangan terdengar jerit tangis anak sang Ustadz. Sang ustadz, langsung diuji tentang kata-kata dan ujian Allah. Allah menguji kesabarannya dengan tangisan calon mujahid itu. Sang ibu berupaya membujuknya agar berhenti. Beberapa kali, namun tidak berhasil. Masya Allah. Biar bagaimanapun, sang anak yang ingin membersamai ayahnya bukan bermaksud untuk menggangu kesibukan. Dia hanya tidak mengerti, dan mulai mencoba mencari perhatian. Saya, belum punya anak, tapi saya bisa merasakan bagaimana konsentarasi dalam acara ini sudah tak mungkin lagi berkompromi. Akhirnya acara itu hanya bisa berjalan setengah jam. Setelah ditutup, merekapun akhirnya pulang.

***

Ya Allah. Saya jadi teringat dengan berbagai kalimat motivasi saya di Radio. Beragam catatan di facebook, tulisan di Blog, materi dalam berbagai training dan nasihat-nasihat kepada beberapa kawan. Saya baru tersadar, bahwa Allah pasti akan memberikan ujian kepada setiap kalimat ahsan yang kita keluarkan. Bagaimana mungkin, jika seorang yang berkata bahwa dirinya beriman sementara Allah belum memberikan ujian padanya? Bagaimana mungkin, jika seorang seperti saya yang telah mengeluarkan banyak kalimat penggugah Allah tidak meminta bukti kepada diri saya sendiri?

Menulis beragam kritikan dan kalimat-kalimat penggugah itu mudah. Berbicara dengan bahasa yang tertata indahpun bisa kita upayakan. Tapi, apakah kita benar-benar sanggup untuk bertanggungjawab atas apa yang kita sampaikan itu? Bukankah Allah nanti akan meminta pertanggungjawaban kita, atas apa yang telah kita lakukan?

***

Sore tadi, selepas kuliah seharian saya sempatkan untuk singgah di rumah salah seorang sahabat. Seperti biasa, hangat, penuh canda, tawa dan disertai hikmah.

Saya mencoba menyampaikan gurauan pada Alumni Fak. Ushuluddin ini.
“Khi. Jika suatu saat aku jadi liberal. Kemudian aku tuliskan beragam hal buruk tentang Islam dan jamaahnya, mungkin teman-teman HTI akan nonjok ana kali ya?”

Dia berbicara berputar-putar, tapi akhirnya saya bisa menangkap apa yang dia maksud.

“Ana akan teliti terlebih dahulu bagaimana isi bukunya. Jika itu benar-benar menghina Islam, maka darah antum berarti halal. Dan ana akan jadi orang yang pertama, memburu antum untuk membunuh. Dan ini akan tertulis dalam catatan sejarah. Makanya, ana gak mau gegabah dulu, ana analisa dulu, baru lakukan action. Karena jika kesimpulan ana betul, ana akan memiliki hujjah di hadapan Allah atas apa yang ana telah lakukan”

Saya begidik, merasa ini adalah sebuah ancaman serius, saya alihkan saja pembicaraanya. Saya fikir, pak Dosen ini memang bukan orang yang main-main terhadap keyakinan yang terdapat dalam benaknya.

***

Dua kejadian yang saya temui hari ini, rasanya cukup untuk jadi pelajaran kepada kita semua. Bahwa sebagus apapun kalimat dakwah yang kita keluarkan, kita akan dimintai oleh Allah pertanggung jawaban. Allah meminta bukti, jika kita menyampaikan nasihat dan seruan kepada orang lain. Dan Allah akan meminta pertanggungjawaban, atas apa-apa yang telah kita katakan dan kita lakukan.

“Betapa besar kemurkaan Allah, bagi mereka yang menyampaikan tapi tidak melakukan…”

Maka, menurut saya berhati-hatilah atas setiap kalimat yang kita keluarkan. Baik melalui tulisan, ataupun melalui lisan. Karena kita tak tahu, apa yang Allah lakukan terhadap kita. Meminta bukti, atau mematikan kita, kemudian meminta tanggung jawab kita.

Wallahua’lam

Bagaimana pandangan anda?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar